Di antara shalat-shalat sunnah, ada
shalat sunnah yang memiliki keutamaan yang tak ternilai harganya. Dua rakaat
yang memiliki keutamaan, sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak pernah meninggalkannya. Sebuah amalan ringan, namun sarat
pahala, yang tidak selayaknya disepelekan seorang hamba. Amalan tersebut adalah
dua rakaat shalat sunnah sebelum subuh atau disebut juga shalat sunnah fajar.
Keutamaanya
Dikisahkan dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, beliau berkata :
لَمْ
يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْءٍ مِنْ
النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ الْفَجْر
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidaklah melakukan satu shalat sunnah pun yang lebih beliau jaga dalam
melaksanakannya melebihi dua rakaat shalat sunnah subuh.” (HR Bukhari 1093 dan Muslim 1191)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
mengatakan : “ Ketika safar (perjalanan), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tetap rutin dan teratur mengerjakan shalat sunnah fajar dan shalat witir
melebihi shalat-shalat sunnah yang lainnya. Tidak dinukil dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau melaksankan shalat sunnah rawatib
selain dua shalat tersebut selama beliau melakukan safar (Zaadul Ma’ad
I/315)
Keutamaan shalat sunnah subuh ini
secara khusus juga disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
رَكْعَتَا
الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat shalat sunnah subuh
lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.”(HR.
Muslim725).
Lihatlah saudaraku, suatu keutamaan
yang sangat agung yang merupakan karunia Allah bagi hamba-hamba-Nya. Tidak
selayaknya seorang hamba melewatkan kesempatan untuk dapat meraihnya.
Melakukannya dengan
Ringkas
Di antara petunjuk dan contoh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam melakukan dua rakaat shalat sunnah subuh adalah
dengan meringankannya dan tidak memanjangkan bacaannya, dengan syarat tidak
melanggar perkara-perkara yang wajib dalam shalat. Hal ini ditunjukkan oleh
kisah berikut :
عَنْ
ابْنِ عُمَرَ أَنَّ حَفْصَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ
الْأَذَانِ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ
خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلَاةُ
Dari Ibnu Umar, beliau berkata
bahwasanya Hafshah Ummul Mukminin telah menceritakan kepadanya bahwa dahulu
bila muadzin selesai mengumandangkan adzan untuk shalat subuh dan telah masuk
waktu subuh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat
sunnah dua rakaat dengan ringan sebelum melaksanakan shalat subuh.( HR Bukhari 583).
Diceritakan juga oleh ibunda ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha :
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ
خَفِيفَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالْإِقَامَةِ مِنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam shalat dua rakaat ringan antara adzan dan iqamat shalat subuh.”(HR. Bukhari 584)
‘Asiyah radhiyallahu ‘anha
juga menjelaskan ringannya shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
menyatakan :
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَفِّفُ الرَّكْعَتَيْنِ
اللَّتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتىَّ إِنِّيْ لأَقُوْلُ : هَلْ قَرَأَ
بِأُمِّ الْكِتَابِ؟
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam meringankan dua rakaat shalat sunnah subuh sebelum shalat fardhu Subuh,
sampai-sampai aku bertanya : “Apakah beliau membaca surat Al-Fatihah?” (HR
Bukhari 1095 dan Muslim 1189)
Hadits-hadits di atas menunjukkan
sunnahnya memperingan shalat ketika melaksanakan shalat sunnah subuh. Tentu
saja yang dimaksud meringankan shalat di sini dengan tetap menjaga rukun dan
hal-hal yang wajib dalam shalat.
Bacaan Pada Setiap Rakaat
Terdapat beberapa hadits yang
menyebutkan bacaan surat yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam setelah membaca surat Al Fatihah dalam shalat sunnah subuh.
Pertama. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang
berbunyi :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ فِي رَكْعَتَيْ
الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ وَقُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam membaca dalam dua rakaat shalat sunnah subuh surat Al Kafirun dan surat
Al Ikhlas” (H.R Muslim 726)
Kedua. Hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang
berbunyi :
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي رَكْعَتَيْ
الْفَجْرِ فِي الْأُولَى مِنْهُمَا قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ
إِلَيْنَا الْآيَةَ الَّتِي فِي الْبَقَرَةِ وَفِي الْآخِرَةِ مِنْهُمَا آمَنَّا
بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca ayat قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا (Al
Baqarah 136) pada rakaat pertama dan membaca آمَنَّا بِاللّهِ
وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (Ali Imran 52) pada rakaat kedua” (
HR. Muslim 727).
Ketiga.Hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma yang berbunyi,
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقْرَأُ فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ
إِلَيْنَا وَالَّتِي فِي آلِ عِمْرَانَ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca firman Allah قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا (Al
Baqarah 136) dan membaca تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمْ (Ali Imran 64)” (HR. Muslim 728).
Ringkasnya, ada tiga jenis variasai
yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat sunnah
subuh, yaitu :
- Rakaat pertama membaca surat Al Kafirun dan rakaat
kedua membaca surat Al Ikhlas
- Rakaat pertama membaca ayat dalam surat Al
Baqarah 136:
قُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا
أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ
وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ
نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Rakaat
kedua membaca ayat dalam surat Ali Imran 52 :
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِي
إِلَى اللّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللّهِ آمَنَّا بِاللّهِ
وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
- Rakaat pertama membaca ayat dalam surat Al Baqarah 136:
ُولُواْ آمَنَّا بِاللّهِ وَمَا أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَا
أُنزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطِ
وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِن رَّبِّهِمْ لاَ
نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
Rakaat
kedua membaca ayat dalam surat Ali Imran ayat 64 :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ
شَيْئاً وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ فَإِن
تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Itulah beberapa ayat yang biasa
dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat sunnah subuh.
Namun demikian tetap dibolehkan juga membaca selain ayat-ayat di atas.
Berbaring Sejenak
Setelahnya
Terdapat beberapa hadits yang
menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbaring di
sisi tubuh sebelah kanan setelah melakukan shalat sunnah subuh. Di antaranya
adalah hadits berikut :
كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا سَكَتَ اْلمُؤَذّنُ بِاْلأُوْلَى مِنْ صَلاَةِ اْلفَجْرِ
قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ اْلفَجْرِ بَعْدَ اَنْ
يَسْتَبِيْنَ اْلفَجْرُ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقّهِ اْلاَيْمَنِ حَتَّى
يَأْتِيَهُ اْلمُؤَذّنُ لِلإِقَامَةِ
“Apabila muadzdzin telah selesai
adzan untuk shalat subuh, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum
shalat subuh, beliau shalat ringan lebih dahulu dua rakaat sesudah terbit
fajar. Setelah itu beliau berbaring pada sisi lambung kanan beliau sampai
datang muadzin kepada beliau untuk iqamat shalat subuh.” (HR Bukhari 590)
Para ulama berbeda pendapat tentang
hukum berbaring setelah shalat sunnah subuh dalam beberapa pendapat :
Pertama. Hukumnya sunnah secara mutlak. Ini adalah madzhab Syafi’i
dan ini adalah pendapat Abu Musa Al ‘Asy’ari, Rafi’ bin Khadij, Anas bin Malik,
dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.
Kedua. Hukumnya wajib. Ini adalah madzhab Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah.
Bahkan beliau terlalu berlebihan dengan menjadikannya sebagai syarat
sahnya shalat subuh. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata
sebagaimana dinukil Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma’ad
I/319 : “ Ini adalah termasuk pendapat yang beliau bersendiri dengan pendapat
tersebut dari para imam yang lain”
Ketiga. Hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat kebanyakan para
salaf. Di anatarnya adalah Ibnu Mas’ud, Ibnul Musayyib, dan An Nakha’i rahimahumullah.
Al Qadhi ‘Iyad rahimahullah menyebutkan ini merupakan pendapat jumhur
ulama. Mereka berpendapat bahwa tidak diketahui dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa beliau melakukannya di masjid. Seandainya
beliau melakukannya, tentu akan dinukil secara mutawatir.
Keempat. Hukumnya menyelisihi perkara yang lebih utama. Ini adalah
pendapat Hasan Al Bashri rahimahullah.
Kelima. Hukumnya mustahab bagi yang melakukan shalat malam
agar dapat beristirahat. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnul ‘Arabi dan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumallah.
Keenam. Berbaring di sini bukanlah inti yang dimaksud, namun yang
dimaksud adalah memisahkan antara shalat sunnah dan shalat wajib. Ini
diriwayatkan dari pendapat Imam Syafi’i. Namun pendapat ini tertolak,
sebab pemisahan waktu memungkinkan dilakukan dengan selain berbaring.
Kesimpulannya, yang lebih tepat dari
pendapat-pendapat di atas bahwa berbaring setelah shalat sunnah subuh hukumnya mustahab
(dianjurkan), asalkan memenuhi dua syarat :
- Berbaring dilakukan di rumah dan bukan di masjid karena
tidak pernah dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau melakukannya di dalam masjid.
- Hendaknya orang yang melakukan sunnah ini, mampu untuk bangun
kembali dan tidak tertidur sehingga tidak terlambat untuk melakukan shalat
subuh secara berjamaah.
Lakukanlah di Rumah
Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam melaksanakan shalat-shalat sunnah.. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat sunnah di rumah dan memerintahkan
agar rumah kita diisi dengan ibadah shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
اجْعَلُوا
فِى بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلاَتِكُمْ ، وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
“Jadikanlah shalat (sunnah)
kalian di rumah kalian. Janganlah jadikan rumah kalian seperti kuburan.”
(HR. Bukhari 1187)
أَفْضَلُ
صَلاَةِ الْمَرْءِ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةَ
“Sebaik-baik shalat seseorang
adalah shalat di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari no. 731 dan
Ahmad 5: 186, dengan lafazh Ahmad)
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah melakukan shalat sunnah di rumah, termasuk shalat
sunnah subuh. Namun, jika dikhawatirkan ketinggalan shalat berjamaah di masjid
atau terluput dari mendapatkan shaf pertama, maka diperbolehkan untuk
melaksanakannya di masjid.
Jika Terluput Melakukannya
Disyariatkan bagi yang tidak sempat
melakukan shalat sunnah subuh untuk melaksanakannya setelah selesai shalat
subuh atau setelah terbit matahari. Hal tersebut berdasarkan dalil-dalil di
bawah ini.
Hadits Abu Hurairah rahidyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَي الْفَجْرِ ؛ فَلْيُصَلِّهُمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ
الشَّمْسُ
“Barangsiapa yang belum shalat
sunnah dua rakaat subuh maka hendaknya melakukannya setelah terbit matahari”. (HR. At Tirmidzi 424, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi: 1/133).
Hadits ini menunjukkan disyariatkan
bagi orang yang belum sempat melaksanakan shalat sunnah subuh agar meng-qadha’-nya
setelah matahari terbit.
عَنْ
قَيْسِ بْنِ قَهْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ؛ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُوْلِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الصُّبْحَ ، وَلَمْ يَكُنْ رَكَعَ رَكْعَتَي
الْفَجْرِ ، فَلَمَّا سَلَّمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ؛
سَلَّمَ مَعَهُ ، ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَي الْفَجْرِ ، وَرَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ ، فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ
عَلَيْهِ
Dari Qais bin Qahd radhiyallahu’anhu,
bahwasanya ia shalat shubuh bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan belum melakukan shalat sunnah dua rakaat qabliyah subuh. Ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah salam maka ia pun salam
bersama beliau, kemudian ia bangkit dan melakukan shalat dua rakaat qabliyah
subuh, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat perbuatan
tersebut dan tidak mengingkarinya. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi: 1/133).
Kesimpulannya, diperbolehkan meng-qadha
dua rakaat shalat sunnah qabliyah subuh setelah shalat subuh
yangwajib. Pelaksanaannya bisa langsung setelah selesai shalat wajib atau
setelah matahari terbit.
Bersemangatlah Menjaganya
Saudaraku, bersemangatlah untuk
menjaga dua rakaat ini. Amalan yang ringan, namun besar pahalanya. Dan
sebaik-baik amalan, adalah amalan yang kontinyu dalam pelaksanaannya. Dari
’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda :
أَحَبُّ
الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh
Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu, walaupun sedikit.” (HR. Muslim
783)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela seseorang yang tidak kontinyu dalam beramal. Dikisahkan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela seseorang yang tidak kontinyu dalam beramal. Dikisahkan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku :
يَا
عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ
قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai ‘Abdullah, janganlah
engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun
sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.” (HR. Bukhari 1152)
Semoga sajian ringkas ini bermanfaat. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita untuk senantiasa melaksanakan amalan-amalan sunnah. Wallahul musta’an.
Semoga sajian ringkas ini bermanfaat. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita untuk senantiasa melaksanakan amalan-amalan sunnah. Wallahul musta’an.
Catatan :
Shalat sunnah fajar sama istilahnya
dengan shalatsunnah
qabliyah shubuh. Sebagian orang membedakan kedua istilah ini karena hanya salah
paham. Namun yang benar keduanya itu sama yaitu dikerjakan setelah adzan
shubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar